Alasan Kejar Waktu, Sekretariat DPRD Sumsel Tutup Mata, Pemborong Bikin Bengkel Hingga Manfaatkan Listrik Gedung Dewan

KATANEWS.ID, Palembang – Sekretariat DPRD Sumsel khususnya Sub Bagian Perlengkapan terkesan tutup mata dan membiarkan pihak ketiga (pemborong) melaksanakan pekerjaan proyek dengan membuka bengkel di dalam lingkungan DPRD Sumsel. Tak hanya membuka bengkel, pemborong pun dengan bebas menggunakan dan memanfaatkan listrik gedung DPRD Sumsel untuk mengnyalakan sejumlah alat kerja.

Dari pantauan media ini, sejak beberapa hari terakhir pemborong sudah bekerja dengan bebas di Selasar yang menjadi penghubung antara ruang media center menuju gedung A DPRD Sumsel. Padahal selasar tersebut menjadi akses bagi staf hingga anggota DPRD Sumsel menuju ruang pribadinya. Berbagai alat kerja digunakan dengan memanfaatkan listrik gedung DPRD Sumsel seperti mesin las, gerinda hingga alat cat (kompresor) listrik.

Di lokasi bengkel pun terlihat bahan baku seperti besi holo dengan berbagai ukuran tersusun disekitar bengkel kerja tersebut. Tak hanya itu, beberapa kaleng cat pun terlihat sudah digunakan untuk mengecat hasil pekerjaan.

Dari informasi yang ditelusuri, pekerjaan yang dilakukan pemborong yakni pembuatan kaki meja makan untuk ruang resepsionis DPRD Sumsel. Pemborong yang telah ditunjuk diminta untuk mengadakan meja, sehingga untuk kaki meja dibuat di bengkel yang ada di DPRD Sumsel.

Terkait ini, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perlengkapan Bagian Umum Sekretariat DPRD Provinsi Sumsel, Eni Sunarti mengatakan bahwa dirinya belum melihat pekerjaan yang sedang dilakukan karena dirinya baru pulang usai dinas luar.

“Wa’alaikumsalam, ayuk juga baru balik,” katanya melalui pesan whatsapp, Jumat (8/11/2024).

Ketika ditanya lebih didetail pekerjaan yang sedang dilakukan, dirinya mengakui bahwa pekerjaan itu merupakan pekerjaan bagian perlengkapan.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa pekerjaan dilakukan di DPRD Sumsel dikarenakan waktu yang mepet dan harus diselesaikan cepat.

“Karena diminta cepat nah, terpaksa. Itu sudah mau digunakan, bisa dimarahi kalau tidak selesai. Ayuk yang minta ya, daripada dimarah pimpinan,” ungkapnya.

Senada, Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Sumsel Bagus Prawira mengatakan jika dirinya belum bisa menjawab terkait persoalan tersebut dikarenakan baru menjabat sebagai Plt Kepala Bagian Umum Sekretarian DPRD Sumsel.

“Jabatan aku baru beberapa hari, aku belum bisa buat pernyataan apapun karena bleum melihat langsung. Harus aku kroscek dulu kebenerannya karena baru tau dari kamu yang menginfokannya,” kata Bagus.

Menanggapi ini, Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K MAKI) Sumsel, Ir Ferri Kurniawan sangat menyayangkan sikap dari Sekretariat DPRD Sumsel khususnya Sub Bagian Perlengkapan yang terkesan tutup mata apa yang dikerjakan pemborong tersebut.

Menurut Ferri, apa yang dilakukan pemborong tersebut adalah bentuk korupsi terbuka dan terang-terangan yang dibiarkan oleh Sekretariat DPRD Sumsel.

“Itu melanggar, enaklah pemborong itu kerja yang akhirnya setelah pekerjaan selesai memperoleh keuntungan yang besar karena biaya produksi dapat ditekan dengan mengurangi operasional mereka,” tegas Ferri.

Menurut Ferri, pemborong tersebut telah menggunakan fasilitas negara yang seharusnya tidak diperbolehkan dan telah melanggar klausul kontrak yang ada.

“Seharusnya mereka bisa atau boleh mendirikan bengkel asal menyiapkan peralatan kerja, bahan baku, hingga genset listrik sendiri, bukan dengan memanfaatkan listrik gedung DPRD Sumsel. Ini adalah bentuk korupsi terbuka dan terang-terangan yang dilakukan oleh pemborong DPRD Sumsel,” pungkas Ferri.

Senada, Direktur Eksekutif PSKP/Pusat Studi Kebijakan dan Politik Sumatera Selatan, Ade Indra Chaniago mengatakan jika dirinya sangat menyayangkan kalau ternyata pihak ketiga yang mengerjakan kegiatan tersebut ternyata tidak profesional.

“Mereka selalu pihak ketiga (pemborong) tidak profesional, terlebih lagi kita ketahui bahwa tempat kegiatan adalah kantor aktif, sehingga bisa dipastikan bahwa aktivitas pekerjaan yang dilakukan dikantor tersebut akan sangat mengganggu.

Menurut Indra, seharusnya pekerjaan tersebut dilakukan di bengkel pemborong bukan malah dikerjakan di kantor dengan memanfaatkan fasilitas yang ada.

“Melihat hal seperti ini wajar kalau pada akhirnya ada yang bertanya ada apa nich, kok bisa seperti ini?,” ungkapnya. (*)