Palembang – Akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumsel, membuat kualitas udara di Palembang, menjadi yang terburuk di Indonesia. Bahkan berdasarkan data BMKG kualitas udara terburuk di mulai pada 1 hingga 13 September 2023, dengan konsentrasi PM 2.5 harian hampir selalu di atas Nilai Ambang Batas (NAB).
Tidak hanya itu, berdasarkan data dari situs Iqair.com, prakiraan indeks kualitas udara (AQI) Palembang pada pukul 13.00WIB, Sabtu (16/9/2023) berjumlah 155 dan berada di level merah atau tidak sehat. Sedangkan hasil pengukuran dengan metode pengukuran konsentrasi PM 2.5 kualitas udara berada diangka 63 mikrogram per meter kubik (µm/m3).
“Kualitas udara terburuk puncaknya terjadi saat dini hari sekitar pukul 01.00-03.00 WIB,” kata Kepala Stasiun Klimatologis Sumsel Wandayantolis, Sabtu (16/9/2023).
Ia menyebutkan berdasarkan data di situs yang sama kualitas udara Palembang menjadi buruk karena adanya karhutla yang melanda Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering Ilir (OKI).
“Angin yang berhembus dari timur terbawa masuk ke Palembang membawa partikel debu kebakaran lahan yang mempengaruhi kondisi udara,” ujarnya.
Sementara itulah Manager kampanye Kita Institute (HaKI) Adiosyafri menerangkan, kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Ilir membuat kualitas udara di Palembang menjadi buruk dalam dua pekan terakhir.
“Asap dan abu yang halus dari sisa kebakaran hutan dan lahan dibawa angin ke arah kota Palembang dari OKI dan OI rata2 seperti itu. Sehingga Palembang udaranya tidak sehat,” jelasnya.
Menurutnya kondisi karhutla saat ini menjadi yang terburuk dibanding dua tahun terakhir. Berdasarkan prediksi BMKG kondisi EL Nino akan memperparah kekeringan saat kemarau. Dari wilayah yang terbakar pihaknya mencatat 60 persen lahan berada di lahan konsesi yang tidak diurus.
“Sudah seharusnya perkebunan konsesi atau pemilik harus sering diurus untuk mengamankan dan mencegah untuk tidak lagi menggunakan api di dalam, atau menjagalah api di areal konsesi mereka,” tutupnya. (Rn)